Selasa, 06 September 2011

Wali Dalam Pernikahan

Sabda Nabi Saw : “Barangsiapa diantara perempuan yang nikah dengan tidak diizinkan oleh walinya, maka perkawinannya batal (riwayat empat orang ahli hadits kec Nasai)
Sabda nabi saw : “ Janganlah menikahkan perempuan akan perempuan yang lain, dan jangan pula menikahkan perempuan akan dirinya ssendiri.(Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni)
Susunan wali :
Yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai perempuan ialah menurut susunan yang di bawah ini, karena wali-wali itu memang telah diketahui oleh orang yang ada pada masa turun ayat : “janganlah kamu keberatan menikahkan mereka.”(Al Baqarah : 232). Begitu juga hadits Ummi Salamah yang telah berkata kepada Rasulullah : “Wali saya tidak ada seorangpun yang dekat.”

Semua itu menjadi tanda bahwa wali-wali itu telah diketahui (dikenal) :
1. Bapaknya.
2. datuknya (bapak dari bapak si mempelai perempuan)
3. saudara laki-laki yang seibu sebapak dengan dia.
4. saudara laki-laki yang sebapak saja dengan dia
5. anak laki-laki dariu saudara laki-laki yang seibu sebapak saja dengan dia.
6. anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengan dia.
7. saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
8. anak laki-laki dari pamannya yang dari pihak bapaknya.
9. hakim.
Syarat wali dan dua saksi
Wali bertanggung jawab atas sahnya akad perkawinan maka oleh karenanya tidak semua orang dapat diterima menjadi wali atau saksi tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberapa sifat sbb :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil

Keistimewan Bapak dari wali-wali yang lain
Si bapak dan datuk diberi hak mengawinkan anaknya yang bikir/perawan dengan tidak izin si anak lebih dahulu, dengan orang yang dipandangnya baik. Terkecuali anak yang tsayib (bukan perawan lagi) tidak dikawainkan kecuali dengan izinnya lebih dahulu. Wali-wali yang lain tidak berhak mengawinkan mempelainya kecuali sesudah mendapat izin dari mempelai itu sendiri. Sabda Rasulullah saw : ‘perempuan yang janda lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya, sedangkan anak perawan dikawinkan oleh bapaknya,”(Riwayat Daruquthni). Sesungguhnya Nabi saw, telah nikah dengan ‘Aisyah sewaktu dia baru berumur 6 tahun dan dicampuri serta tinggal bersama Rasulullah sewaktu 9 tahun.(sepakat ahli hadits). Dari Ibnu Abbas, katanya : “Sesungguhnya seorang perawan telah mengadakan halnya kepada Rasulullah SAW bahwa ia telah dikawinkan oleh bapaknya dan dia tidak menyukainnya. Maka Nabi saw memberi kesempatan kepada perawan itu untuk meneruskan atau membatalkan perkawinan itu.’(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni).
Rasulullah memberikan kesempatan memilih kepada perawan itu adalah tanda bahwa perkawinan yang dilakukann bapaknyya itu sah, sebab kalau perkawinannya itu tidak sah tentu Nabi menjelaskan bahwa perkawinan itu tidak sah atau beliau katakan kawinlah dengan laki-laki lain.
Ulama-ulama yang membolehkan wali bapak dan datuk menikahkan dengan tidak izin ini menggantungkan bolehnya dengan syarat syarat sebagai berikut :
1. tidak ada permusuhan antara bapak dan anak.
2. hendaklah dikawinkan dengan orang yang setara (sekufu).
3. maharnya tidak kurang dari mahar misil(sebanding).
4. Tidak dikawinkan dengan orang yang tidak mampu membayar mahal.
5. tidak dikawinkan dengan laki-laki yang mengecewakan (membahayakan) si anak kelak dalam pergaulannya dengan laki-laki itu, seperti orang buta atau orang yang sudah sangat tua sehingga tidak ada harapan akan mendapatkan kegembiraan dalam pergaulannya. Kaidah : Usaha pemimpin terhadap yang dipimpinnya didasarkan atas kemaslahatan.
Sebagian ulama berpendapat, tidak ada bagi si bapak menikahkan anak perawannya dengan tidak ada izin lebih dahulu dari anaknya itu. Sabda Rasulullah : Dari Abu Hurairah, katanya : “Telah bersabda Rasulullah saw : Janganlah dinikahkan perempuan janda sebelum diajak bermusyawarah, dan perawan sebelum diminta izinnya. Sahabat-sahabat lalu bertanya : Bagaimana cara izin perawan itu, ya Rasulullah? Jawab beliau : Diamnya tanda izinnya.(Riwayat Mutafaq alaih)
Oleh pihak pertama, hadits ini dan sebagainya diartikan perintah sunat atau larangan makruh, bukan perintah wajib atau larangan haram.
Golongan kedua menjawab pula : Bahwa hadits-hadits yang membolehkan si bapak menikahkan anaknya dengan tidak izin lebih dahulu terjadi sebelum dating perintah yang mewajibkan izin. Kejadian mengenai diri ‘Aisyah (perkawinannya) dengan Rasulullah saw adalah khususiyah (tertentu) bagi Rasulullah saw sendiri, tidak dapat dijadikan dalil umum.

Enggan atau keberatan wali
Apabila seorang perempuan telah meminta kepada walinya untuk dinikahkan dengan seorang laki-laki yang setingkat (sekufu), dan walinya berkebaratan dengan tidak ada alas an, maka hakkim berhak menikahkannya setelah ternyata keduanya setingkat (sekufu) dan setelah memberi nasihat kepada wali agar mencabut keberatannya itu. Maka apabila tetap berkeberatan, hakim berhak meneikahkan perempuan itu. Dari Ma’qal bin Yasar , katanya : “Saya telah menikahkan saudara saya denganseseorang; kemudian diceraikanya. Setelah habis ‘iddahnya, laki-laki itu dating meminang saudaraku itu kembali. Saya katakan kepadanya : Saya telah nikahkan engkau dengan segala hormat, kemudian engkau ceraikan, sekarang engkau dating kepadamu. Keadaan laki-laki itu baik, dan perempuan itu ingin kembali kepadanya. “Maka dengan kejaddian ini datanglah wahyu Allah : “ dan apabila kamu telah menceeraikan perempuan kemudian habis ‘iddahnya, maka janganlah kamu keberatan menikahkan mereka dengan bekas suaminya.’(Al Baqarah, 232) Ma’qal berkata : “Sekarang saya nikahkan mereka, ya Rasulullah! “Lantas dinikahkannya laki-laki itu dengan saudaranya(Riwayat bukhari). Sabda Rasulullaha : Dari ‘Aisyah, katanya Rasulullah saw telah bersabda : “ Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil; jika wali-wali itu enggan (berkebaratan), maka sulthan (hakim) lah yang menjadi wali orang yang tiodak mempunyai wali.”(Riwayat Daruquthni).

Dua orang wali masing-masing menikahkan
Seorang perempuan dikawinkan oleh dua orang walinya yang sederajat kepada dua orang laki-lakki, umpamanya Fatimah mempunyai wali saudaranya sendiri Ahmad dan Amin. Ahmad menikahkan Fatimah dengan Yusuf dan Amin menikahkan dengan Zaidan. Jika diketahui yang terdahaulu diantara keduanya, maka yang terdahulu itulah yang sah dan yang terkemudian tidak sah. Sabda Rasulullah : Barangsiapa dari perempuan yang dinikahkan oleh dua orang walinya, maka perempuan itu untuk yang pertama diantara kedua laki-laki itu.”(Riwayat Ahmad dll)
Jika tidak diketahui yang terdahulu atau diketahui bersamaan, maka kedua perkawinan itu batal karena asalnya perempuan itu haram sehingga wajib jelas sebab halalnya.

Wali Ghaib
Wali-wali diatur begitu rupa sebagai tersebuut diatas yang lebih dekat perhubungannya didahulukan daripada yang lebih jauh. Maka apabila wali yang lebih dekat (akrab) itu ghaib(jauh) dari perempuan yang akan dinikahkan, sejauh perjalanan qasar dan ia tidak mempunyai wakil maka perempuan itu boleh dinikahkan oleh hakim karena wali yang ghaib itu masih tetap wali, belum berpindah kepada wali yang lebih jauh hubunganya. Ini mmenurut Syafi’i.
Pendapat madzhab Abu Hanifah, dinikahkan oleh wali yang lebih jauh hubungannya dari wali yang ghaib, menurut susunan wali-wali tersebut di atas. Umpamanya wali yang ghaib itu bap[ak yang menikahkan anak itu datuknya, bukan hakim. Atau wali yang ghaib itu datuknya, yang menikahkannya saudara seibu sebapak dan seterusnya menurut susunan wali. Alasan madzhab ini :
1. karena wali yang telah jauhh hubungannya itu juga wali seperti yang dekat, hanya yang dekat itu didahulukan kareana ia lebih utama, maka apabila ia tidak dapat menjalankannya, keutamaanya itu hilang dan berpindah kekuasaanya kepada wali yang lain menurut susunan yang semestinya.
2. hakim itu (menurut hadits) adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali, sedangkan dalam hal ini wali selain yang ghaib itu ada, maka hakim itu belum berhak menjadi wali karena walinya masih ada.

Sumber : Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam, hal 356-361. Penerbit Sinar Harapan Baru Bandung.1992
(bismillah)(kiri)
(bismillah)(kanan)

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut