Ahad menurut bahasa mempunyai arti satu. Dan khabarul wahid adalah yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir.
B. PEMBAGIAN
Hadits ahad terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Hadits masyhur
Masyhur menurut bahasa artinya Nampak. Sedangkan menurut istilah adalah yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih pada setiap thaqabah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir. Contoh :
HR. Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil dari para ulama, sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.”
Hadits masyhur juga disebut dengan al mustafidh. Hadits masyhur di luar istilah tersebut dapat terbagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali, seperti :
a. Masyhur di kalangan para ahli hadits secara khusus, misalnya hadits Anas, “Bahwasanya Rasulullah pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan” Ra’l dan Dzakwan”. (HR. Bukhari Muslim).
b. Masyhur di kalangan ahli hadits dan ulama dan orang-orang awam, misalnya, “Orang muslim adalah orang yang selamat dari kaum muslimin dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari Muslim)
c. Masyhur di antara para ahki fikih, misalnya, “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.” (Dishahihkan oleh Al Hakim)
d. Masyhur di antara ulama ushul fikih, misalnya, “Telah dibebaskan dari umatku kesalahan dan kelupaan…”. (HR. Al Hakim dan Ibnu Hibban)
e. Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya, “Tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syetan.” (HR. Tirmidzi, hasan)
2. Hadits ‘aziz
‘Aziz artinya yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. Menurut istilah ilmu hadits adalah satu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contohnya : Nabi SAW bersabda, “Tidak (sesungguhnya) beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku (Nabi) lebih tercinta kepadanya daripada ia )mencintai) bapaknya dan anaknya serta semua orang.” (HR. Bukhari Muslim)
Keterangan :
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan Anas dan diriwayatkan oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah. Susunan sanad dari dua jalan itu adalah yang meriwayatkan dari Anas : Qatadah dari Abdulaziz bin Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah adalah Syu’bah dan Said. Yang meriwayatkan dari Abdulaziz adalah Ismail bin ‘Illiyah dan Abdul Warists.
3. Hadits gharib
Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat setiap tingkat periwayatan, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib). Nama lain hadits ini adalah al fard. Hadits gharib dilihat dari segi letak sendiriannya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Gharib Mutlaq, disebut juga al fardul mutlaq, yaitu apabila kesendirian (gharabah) periwayatan terdapat pada asal sanadnya (sahabat).
Contoh : “Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadits ini diriwayatkan sendiri oleh Umar, lalu dari beliau hadits diriwayatkan oleh Alqamah, Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah, kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim, kemudian setelah itu ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id.
Dalam gharib mutlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang sahabat hanya sendiri meriwayatkan hadits.
b. Gharib nisbi, disebut juga al fardu an-nisbi, yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut.
Misalnya, hadits Malik, dari Zuhri, dari Anas ra, “bahwa Rasulullah SAW masuk ke kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dari Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatannya hanya terjadi pada perawi tertentu. (Nuzhatu An Nazhar hal 28, Taysir Musthalah al hadits hal 28).
Jika dilihat dari segi kuat dan lemahnya dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Maqbul (diterima)
Hadits maqbul ialah hadits yang kebenaran orang yang membawakannya terbukti kuat. Hukumnya wajib digunakan sebagai hujjah dan diamalkan.
a. Shahih
Shahih menurut bahasa adalah lawan dari sakit. Ini adalah makna hakiki pada jasmani. Sedangkan dalam penggunaannya pada hadits dan makna-makna lain, ia adalah makna yang majazi.
Shahih menurut istilah ilmu hadits ialah satu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada ‘illat yang berat.
Syarat-syarat hadits shahih :
(1) Sanadnya bersambung, yaitu setiap perawi telah mengambil hadits secara langsung dari gurunya mulai dari permulaan sampai akhir sanad.
(2) Para perawi yang adil
Macamnya adalah :
(1) Shahih li dzatihi
Shohih lidzatihi adalah hadits yang rowinya:
• Adil (عدل),
• Hafalannya kuat (تام الضبط),
• Sanadnya bersambung (بسند متصل),
• Terbebas dari kejanggalan dan kecacatan (سلم من الشذوذ و العلة القادحة).
Contohnya sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
من يرد اللّه به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan difahamkan ilmu agama.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Cara mengetahui keshohihan suatu hadits itu dengan 3 perkara:
• Jika diketahui penulis buku hadits tersebut hanya mencantumkan hadits-hadits yang shohih saja dengan syarat penulis tersebut bisa dipercaya dalam melakukan penshohihan seperti Shohih Bukhori dan Muslim.
• Hadits tersebut dinilai shohih oleh imam yang penilaiannya dalam penshohihan itu bisa dipercaya, dan dia bukan termasuk orang yang terkenal mudah dalam memberikan nilai shohih.
• Meneliti sendiri rowinya dan bagaimana cara periwayatan rowi tersebut terhadap hadits.
Jika semua kriteria shohih lengkap, maka hadits tersebut dinilai sebagai hadits yang shohih.
(2) Shahih li ghairihi
Shohih lighoirihi adalah hadits hasan dengan sendirinya (hasan lidzatihi) apabila memiliki beberapa jalur periwayatan yang berbeda-beda. Misalnya,
Dari ‘Abdillah Ibn ‘Amr bin ‘Ash rodhiallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menyiapkan pasukan dan ternyata kekurangan unta.
Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Belikan untuk kita unta perang dengan unta-unta yang masih muda.” Maka ia mengambil 2-3 unta muda dan mendapat 1 unta perang.
Hadits Ini diriwayatkan Ahmad dari jalan Muhammad bin Ishaq dan diriwayatkan Baihaqi dari jalan ‘Amr bin Syu’aib. Setiap jalan ini jika dilihat secara bersendirian tidak bisa sampai derajat shohih, hanya sampai hasan. Tapi jika dilihat secara total, maka jadilah hadits shohih lighoiri. Hadits ini dinamakan shohih lighoiri, walaupun nilai masing-masing jalan secara bersendirian tidak sampai derajat shohih, namun karena bila dinilai secara total bisa saling menguatkan hingga mencapai derajat shohih.
b. Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus. Menurut istilah ialah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang ‘adil, kurang dhabtnya, serta tidak ada syudzudz dan ‘illat yang berat di dalamnya. Perbedaan antara hadits hasan dengan shahih terletak pada dhabith yang sempurna untuk hadits shahih dan dhabith yang kurang untuk hadits hasan.
(1) Hasan li dzatihi
Hasan lidzatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang adil tapi hafalannya kurang sempurna dengan sanad bersambung dan selamat dari keganjilan dan kecacatan. Jadi, tidak ada perbedaan antara hadits ini dengan hadits shohih lidzatihi kecuali dalam satu persyaratan, yaitu hadits hasan lidzatihi itu kalah dalam sisi hafalan.
Misalnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
مفتاح الضلاة الطهور، و تحريمها التكبير، و تحليلها التسليم
“Sholat itu dibuka dengan bersuci, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.”< Hadits-hadits yang dimungkinkan hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud secara sendirian, demikian keterangan dari Ibnu Sholah. (2). Hasan li ghairihi Hasan lighoirihi adalah hadits yang dho’ifnya ringan dan memiliki beberapa jalan yang bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya karena menimbang didalamnya tidak ada pendusta atau rowi yang pernah tertuduh membuat hadits palsu. Misalnya,Hadits dari Umar ibn Khatthab rodhiallahu’anhu berkata bahwasannya Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat kedua tangannya dalam do’a maka beliau tidak menurunkannya hingga mengusapkan kedua tangan ke wajahnya. (HR. Tirmidzi) Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom berkata, “Hadits ini memiliki banyak hadits penguat dari riwayat Abu Daud dan yang selainnya. Gabungan hadits-hadits tersebut menuntut agar hadits tersebut dinilai sebagai hadits hasan. Dan dinamakan hasan lighoirihi karena jika hanya melihat masing-masing sanadnya secara bersendirian maka hadits tersebut tidak mencapai derajat hasan. Namun, bila dilihat keseluruhan jalur periwayatan maka hadits tersebut menjadi kuat hingga mencapai derajat hasan. c. Hadits dho’if Hadits dho’if adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan shohih dan hasan. Misalnya,”Jagalah diri-diri kalian dari gangguan orang lain dengan buruk sangka.” Dan yang kemungkinan besar merupakan hadits dho’if adalah hadits yang diriwayatkan secara bersendirian oleh ‘Uqaili, Ibn ‘Adi, Khatib Al Baghdadi, Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya, Adailami dalam Musnad Firdaus, atau Tirmidzi Al Hakim dalam Nawadirul Ushul dan beliau bukanlah Tirmidzi penulis kitab Sunan atau Hakim dan Ibnu Jarud dalam Tarikh keduanya. 2. Mardud (ditolak) C. KE-HUJJAH-AN Pada dasarnya hadits ahad yang diterima itu menunjukkan zhan yang kuat akan kebenaran hadits tersebut, dan tidak menunjukkan keyakinan yang aksiomatik seperti yang ditunjukkan oleh hadits yang mutawatir. Namun, hadits ahad yang memiliki qarinah (dalil) penguat itu jauh lebih kuat dan didahulukan daripada hadits ahad yang tidak mempunyai qarinah. Para ulama hadits berkata bahwa hadits ahad yang tidak memiliki qarinah itu memberikan setingkat ilmu nazhary, yaitu butuh dicarikan dalil dan diteliti. Hadits ahad yang memiliki qarinah (dalil penguat) bermacam-macam jenisnya, yaitu : 1. Hadits ahad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana hadits-hadits tersebut tidak sampai kepada setingkat mutawatir. Qarinah yang dimilikinya adalah : a. Keahlian mereka berdua dalam bidang ini. b. Ketaatan merekada dalam memilah hadits shahih daripada ulama lainnya. c. Umat Islam telah menerima karya hadits mereka berdua. Penerimaan itu saja sudah merupakan qarinah yang lebih kuat dalam menunjukkan ilmu daripada qarinah melalui banyaknya jalur sanad. 2. Hadits masyhur yang memiliki banyak jalur sanad yang kesemua jalur tersebut berbeda-beda dan didalamnya tidak ada perawi-perawi yang lemah serta selamat dari illat hadits (sebab yang sulit terdeteksi yang dapat menjadikan sebuah hadits tertolak, yang jika dilihat sepintas seakan-akan hadits tersebut shahih). 3. Hadits yang diriwayatkan secara berkelanjutan (musalsal) oleh para ulama hadits yang terpercaya dan teliti, sehingga hadits tersebut tidak asing lagi. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam Asy Syafi’i, dan diriwayatkan oleh Imam Asy Syafi’i dari Imam Malik. Ketika Imam Malik meriwayatkannya ada ulama lain yang menyertainya, dan tatkala Imam Asy Syafi’i meriwayatkannya dari Imam Malik pun ada ulama lain yang menyertainya dalam periwayatan. Ketiga jenis hadits Ahad tersebut di atas dikategorikan menjadi tiga bagian : 1. Bagian pertama mencakup hadits-hadits yang ada dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim. 2. Bagian kedua mencakup hadits-hadits yang mempunyai banyak jalur sanad. 3. Bagian ketiga adalah mencakup hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam dan ulama. Jika ada hadits ahad yang mempunyai criteria tersebut di atas, maka kita dapat memastikan keabsahan hadits tersebut.
Hadits ahad terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Hadits masyhur
Masyhur menurut bahasa artinya Nampak. Sedangkan menurut istilah adalah yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih pada setiap thaqabah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir. Contoh :
HR. Bukhari, Muslim dan At Tirmidzi, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil dari para ulama, sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan.”
Hadits masyhur juga disebut dengan al mustafidh. Hadits masyhur di luar istilah tersebut dapat terbagi menjadi beberapa macam yang meliputi : mempunyai satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad sama sekali, seperti :
a. Masyhur di kalangan para ahli hadits secara khusus, misalnya hadits Anas, “Bahwasanya Rasulullah pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan” Ra’l dan Dzakwan”. (HR. Bukhari Muslim).
b. Masyhur di kalangan ahli hadits dan ulama dan orang-orang awam, misalnya, “Orang muslim adalah orang yang selamat dari kaum muslimin dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari Muslim)
c. Masyhur di antara para ahki fikih, misalnya, “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.” (Dishahihkan oleh Al Hakim)
d. Masyhur di antara ulama ushul fikih, misalnya, “Telah dibebaskan dari umatku kesalahan dan kelupaan…”. (HR. Al Hakim dan Ibnu Hibban)
e. Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya, “Tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syetan.” (HR. Tirmidzi, hasan)
2. Hadits ‘aziz
‘Aziz artinya yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. Menurut istilah ilmu hadits adalah satu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contohnya : Nabi SAW bersabda, “Tidak (sesungguhnya) beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku (Nabi) lebih tercinta kepadanya daripada ia )mencintai) bapaknya dan anaknya serta semua orang.” (HR. Bukhari Muslim)
Keterangan :
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalan Anas dan diriwayatkan oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairah. Susunan sanad dari dua jalan itu adalah yang meriwayatkan dari Anas : Qatadah dari Abdulaziz bin Shuhaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah adalah Syu’bah dan Said. Yang meriwayatkan dari Abdulaziz adalah Ismail bin ‘Illiyah dan Abdul Warists.
3. Hadits gharib
Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan hadits gharib secara istilah adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat setiap tingkat periwayatan, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits gharib). Nama lain hadits ini adalah al fard. Hadits gharib dilihat dari segi letak sendiriannya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Gharib Mutlaq, disebut juga al fardul mutlaq, yaitu apabila kesendirian (gharabah) periwayatan terdapat pada asal sanadnya (sahabat).
Contoh : “Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadits ini diriwayatkan sendiri oleh Umar, lalu dari beliau hadits diriwayatkan oleh Alqamah, Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah, kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim, kemudian setelah itu ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id.
Dalam gharib mutlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang sahabat hanya sendiri meriwayatkan hadits.
b. Gharib nisbi, disebut juga al fardu an-nisbi, yaitu apabila keghariban terjadi pada pertengahan sanadnya bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut.
Misalnya, hadits Malik, dari Zuhri, dari Anas ra, “bahwa Rasulullah SAW masuk ke kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dari Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatannya hanya terjadi pada perawi tertentu. (Nuzhatu An Nazhar hal 28, Taysir Musthalah al hadits hal 28).
Jika dilihat dari segi kuat dan lemahnya dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Maqbul (diterima)
Hadits maqbul ialah hadits yang kebenaran orang yang membawakannya terbukti kuat. Hukumnya wajib digunakan sebagai hujjah dan diamalkan.
a. Shahih
Shahih menurut bahasa adalah lawan dari sakit. Ini adalah makna hakiki pada jasmani. Sedangkan dalam penggunaannya pada hadits dan makna-makna lain, ia adalah makna yang majazi.
Shahih menurut istilah ilmu hadits ialah satu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada ‘illat yang berat.
Syarat-syarat hadits shahih :
(1) Sanadnya bersambung, yaitu setiap perawi telah mengambil hadits secara langsung dari gurunya mulai dari permulaan sampai akhir sanad.
(2) Para perawi yang adil
Macamnya adalah :
(1) Shahih li dzatihi
Shohih lidzatihi adalah hadits yang rowinya:
• Adil (عدل),
• Hafalannya kuat (تام الضبط),
• Sanadnya bersambung (بسند متصل),
• Terbebas dari kejanggalan dan kecacatan (سلم من الشذوذ و العلة القادحة).
Contohnya sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
من يرد اللّه به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan maka akan difahamkan ilmu agama.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Cara mengetahui keshohihan suatu hadits itu dengan 3 perkara:
• Jika diketahui penulis buku hadits tersebut hanya mencantumkan hadits-hadits yang shohih saja dengan syarat penulis tersebut bisa dipercaya dalam melakukan penshohihan seperti Shohih Bukhori dan Muslim.
• Hadits tersebut dinilai shohih oleh imam yang penilaiannya dalam penshohihan itu bisa dipercaya, dan dia bukan termasuk orang yang terkenal mudah dalam memberikan nilai shohih.
• Meneliti sendiri rowinya dan bagaimana cara periwayatan rowi tersebut terhadap hadits.
Jika semua kriteria shohih lengkap, maka hadits tersebut dinilai sebagai hadits yang shohih.
(2) Shahih li ghairihi
Shohih lighoirihi adalah hadits hasan dengan sendirinya (hasan lidzatihi) apabila memiliki beberapa jalur periwayatan yang berbeda-beda. Misalnya,
Dari ‘Abdillah Ibn ‘Amr bin ‘Ash rodhiallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menyiapkan pasukan dan ternyata kekurangan unta.
Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Belikan untuk kita unta perang dengan unta-unta yang masih muda.” Maka ia mengambil 2-3 unta muda dan mendapat 1 unta perang.
Hadits Ini diriwayatkan Ahmad dari jalan Muhammad bin Ishaq dan diriwayatkan Baihaqi dari jalan ‘Amr bin Syu’aib. Setiap jalan ini jika dilihat secara bersendirian tidak bisa sampai derajat shohih, hanya sampai hasan. Tapi jika dilihat secara total, maka jadilah hadits shohih lighoiri. Hadits ini dinamakan shohih lighoiri, walaupun nilai masing-masing jalan secara bersendirian tidak sampai derajat shohih, namun karena bila dinilai secara total bisa saling menguatkan hingga mencapai derajat shohih.
b. Hasan
Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus. Menurut istilah ialah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang ‘adil, kurang dhabtnya, serta tidak ada syudzudz dan ‘illat yang berat di dalamnya. Perbedaan antara hadits hasan dengan shahih terletak pada dhabith yang sempurna untuk hadits shahih dan dhabith yang kurang untuk hadits hasan.
(1) Hasan li dzatihi
Hasan lidzatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh rowi yang adil tapi hafalannya kurang sempurna dengan sanad bersambung dan selamat dari keganjilan dan kecacatan. Jadi, tidak ada perbedaan antara hadits ini dengan hadits shohih lidzatihi kecuali dalam satu persyaratan, yaitu hadits hasan lidzatihi itu kalah dalam sisi hafalan.
Misalnya perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
مفتاح الضلاة الطهور، و تحريمها التكبير، و تحليلها التسليم
“Sholat itu dibuka dengan bersuci, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.”< Hadits-hadits yang dimungkinkan hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan Abu Daud secara sendirian, demikian keterangan dari Ibnu Sholah. (2). Hasan li ghairihi Hasan lighoirihi adalah hadits yang dho’ifnya ringan dan memiliki beberapa jalan yang bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya karena menimbang didalamnya tidak ada pendusta atau rowi yang pernah tertuduh membuat hadits palsu. Misalnya,Hadits dari Umar ibn Khatthab rodhiallahu’anhu berkata bahwasannya Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat kedua tangannya dalam do’a maka beliau tidak menurunkannya hingga mengusapkan kedua tangan ke wajahnya. (HR. Tirmidzi) Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom berkata, “Hadits ini memiliki banyak hadits penguat dari riwayat Abu Daud dan yang selainnya. Gabungan hadits-hadits tersebut menuntut agar hadits tersebut dinilai sebagai hadits hasan. Dan dinamakan hasan lighoirihi karena jika hanya melihat masing-masing sanadnya secara bersendirian maka hadits tersebut tidak mencapai derajat hasan. Namun, bila dilihat keseluruhan jalur periwayatan maka hadits tersebut menjadi kuat hingga mencapai derajat hasan. c. Hadits dho’if Hadits dho’if adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan shohih dan hasan. Misalnya,”Jagalah diri-diri kalian dari gangguan orang lain dengan buruk sangka.” Dan yang kemungkinan besar merupakan hadits dho’if adalah hadits yang diriwayatkan secara bersendirian oleh ‘Uqaili, Ibn ‘Adi, Khatib Al Baghdadi, Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh-nya, Adailami dalam Musnad Firdaus, atau Tirmidzi Al Hakim dalam Nawadirul Ushul dan beliau bukanlah Tirmidzi penulis kitab Sunan atau Hakim dan Ibnu Jarud dalam Tarikh keduanya. 2. Mardud (ditolak) C. KE-HUJJAH-AN Pada dasarnya hadits ahad yang diterima itu menunjukkan zhan yang kuat akan kebenaran hadits tersebut, dan tidak menunjukkan keyakinan yang aksiomatik seperti yang ditunjukkan oleh hadits yang mutawatir. Namun, hadits ahad yang memiliki qarinah (dalil) penguat itu jauh lebih kuat dan didahulukan daripada hadits ahad yang tidak mempunyai qarinah. Para ulama hadits berkata bahwa hadits ahad yang tidak memiliki qarinah itu memberikan setingkat ilmu nazhary, yaitu butuh dicarikan dalil dan diteliti. Hadits ahad yang memiliki qarinah (dalil penguat) bermacam-macam jenisnya, yaitu : 1. Hadits ahad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana hadits-hadits tersebut tidak sampai kepada setingkat mutawatir. Qarinah yang dimilikinya adalah : a. Keahlian mereka berdua dalam bidang ini. b. Ketaatan merekada dalam memilah hadits shahih daripada ulama lainnya. c. Umat Islam telah menerima karya hadits mereka berdua. Penerimaan itu saja sudah merupakan qarinah yang lebih kuat dalam menunjukkan ilmu daripada qarinah melalui banyaknya jalur sanad. 2. Hadits masyhur yang memiliki banyak jalur sanad yang kesemua jalur tersebut berbeda-beda dan didalamnya tidak ada perawi-perawi yang lemah serta selamat dari illat hadits (sebab yang sulit terdeteksi yang dapat menjadikan sebuah hadits tertolak, yang jika dilihat sepintas seakan-akan hadits tersebut shahih). 3. Hadits yang diriwayatkan secara berkelanjutan (musalsal) oleh para ulama hadits yang terpercaya dan teliti, sehingga hadits tersebut tidak asing lagi. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam Asy Syafi’i, dan diriwayatkan oleh Imam Asy Syafi’i dari Imam Malik. Ketika Imam Malik meriwayatkannya ada ulama lain yang menyertainya, dan tatkala Imam Asy Syafi’i meriwayatkannya dari Imam Malik pun ada ulama lain yang menyertainya dalam periwayatan. Ketiga jenis hadits Ahad tersebut di atas dikategorikan menjadi tiga bagian : 1. Bagian pertama mencakup hadits-hadits yang ada dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim. 2. Bagian kedua mencakup hadits-hadits yang mempunyai banyak jalur sanad. 3. Bagian ketiga adalah mencakup hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para imam dan ulama. Jika ada hadits ahad yang mempunyai criteria tersebut di atas, maka kita dapat memastikan keabsahan hadits tersebut.
(bismillah)(kiri)
(bismillah)(kanan)
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar