Selasa, 27 September 2011

12 Adab Membaca Al-Qur'an

Dianjurkan bagi orang yang membaca Al-Quran memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Membaca Al-Quran sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadats kecil.
  2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Al-Quran.
  3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat.
  4. Bersiwak sebelum mulai membaca.
  5. Membaca ta’awudz pada permulaannya, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Apabila kamu hendak membaca Al-Quran, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”(AN-Nahl: 98)
Bahkan sebagian ulama mewajibkan membaca ta’awud ini.

6. Membaca basmallah pada permulaan setiap surat, kecuali surat Bara’ah(At-Taubah), sebab basmallah termasuk salah satu ayat Al-Quran menurut pendapat yang kuat.
7.  Membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan jelas serta memberikan hak setiap huruf, seperti membaca mad dan idgham. Allah SWT berfirman,
    “Dan bacalah Al-Quran itu dengan sebaik-baiknya.”(Al-Muzammil:4)
    Diriwayatkan dari Anas, bahwa ia ditanya tentang qira’at Rasulullah. Dia menjawab, “Qira’at beliau panjang.” Kemudian ia membaca Bismillahir rahmaanir rahiim, dengan memanjangkan Allah, memanjangkan Rahman dan memanjangkan Rahim.1)

    Dari Ibnu Mas’ud, seorang lelaki berkata kepadanya, “ Sesungguhnya aku biasa membaca Al-Mufashshal dalam satu rakaat.” Maka Ibnu Mas’ud bertanya, “Demikian cepatkah engkau membaca Al-Quran seperti layaknya membaca syair saja? Sesungguhnya akan ada kaum yang membaca Al-Quran, namun Al-Quran itu tidak sampai melewati kerongkongan mereka. Padahal kalau bacaan sampai meresap dalam hati tentu sangat bermanfaat.2)

    Berkata Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan, “Kesempurnaan tartil adalah lafadz-lafadznya dibaca dengan jelas huruf-hurufnya dan tidak mengidghamkan satu huruf dengan huruf yang lain. Ada yang mengatakan bahwa hal ini adalah minimal tartil. Sedang maksimalnya adalah membaca Al-Quran sesuai dengan fungsi dan maknanya. Bila membaca ayat tentang  ancaman, hendaklah dibaca dengan nada ancaman pula. Dan bila membaca ayat yang berisi penghormatan (kepada Allah), maka hendaklah membacanya dengan penuh hormat pula.”

    8. Merenungkan ayat-ayat yang dibacanya. Cara pembacaan seperti inilah yang sangat dikehendaki dan dianjurkan, yaitu dengan mengonsentrasikan hati untuk memikirkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibacanya dan berinteraksi kepada setiap ayat dengan segenap perasaan dan kesadarannya baik ayat itu berisikan doa, istighfar, rahmat maupun azab.
      “Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya.” (Shad: 29)

      Diriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata, “ Pada suatu malam saya melakukan shalat bersama Nabi. Beliau membaca surat Al-Baqarah, diteruskan dengan surat An-Nisaa’  lalu disambung dengan surat Ali-Imran, semuanya dibaca dengan tartil, jelas dan perlahan. Apabila beliau menemui ayat tasbih, maka beliau bertasbih. Bila melewati ayat ta’awudz, maka beliau pun membaca ta’awudz.1)

      9. Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Al-Quran, yang berhubungan dengan janji maupun ancaman, sehingga merasa sedih dan menangis ketika membaca ayat-ayat yang berkenaan dengan ancaman karena takut dan ngeri, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk.”(Al-Isyraa’: 109

        Dalam sebuah hadits Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa ia berkata, “Rasulullah SAW berkata kepadaku, “Bacakanlah Al-Quran kepadaku.’ Aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah, haruskah aku membacakannya kepadamu, sedang Al-Quran itu diturunkan kepadamu? Beliau menjawab, ‘Ya, aku senang mendengarkan bacaan Al-Quran itu dari orang lain.’ Lalu aku pun membaca surat An-Nisaa. Ketika sampai pada ayat, “Maka bagaimanakah apabila Kami mendatangkan kamu(Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu?” Beliau berkata, “Cukup sampai di sini saja.’ Lalu aku berpaling kepada beliau, maka kulihat kedua mata beliau mencucurkan air mata. 1

        Dalam Syarh Al-Muhadzdzab disebutkan, “Cara untuk bisa menangis di saat membaca Al-Quran ialah dengan memikirkan dan meresapi makna ayat-ayat yang dibaca. Seperti yang berkenaan dengan ancaman berat, siksa yang pedih, perjanjian, kemudian merenungkan betapa dirinya telh melalaikannya. Apabila cara ini tidak dapat membangkitkan perasaan sedih, penyesalan dan tangis, maka keadaan demikian harus disesali pula dengan menangis karena hal itu adalah suatu musibah.”

        Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,
        “Di akhir zaman-atau pada umat ini- akan lahir sekelompok orang yang membaca Al-Quran, namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Apabila kamu melihat atau bertemu dengan mereka, maka bunuhlah!”

        10. Membaguskan suara dengan membaca Al-Quran, karena Al-Quran adalah hiasan bagi suara, dan suara yang bagus lagi merdu akan lebih berpengaruh dan meresap dalam jiwa. Dalam sebuah hadits dinyatakan,
          “Hiasilah Al-Quran dengan suaramu yang merdu.” 2

          11. Mengeraskan bacaan Al-Quran, karena membacanya dengan suara jahar(keras) lebih utama. Di samping itu, juga dapat membangkitkan semangat jiwa, aktivitas baru, memalingkan pendengaran kepada bacaan Al-Quran, membawa manfaat bagi para pendengar serta mengonsentrasikan segenap perasaan untuk lebih jauh memikirkan, memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat yang dibaca itu. Tetapi bila dengan suara jahar itu dikhawatirkan timbul rasa riya, atau akan mengganggu orang lain, seperti mengganggu orang yang sedang shalat, maka membaca Al-Quran dengan suara pelan adalah lebih utama. Bersabda Rasululah SAW,
            “Allah tidak mendengarkan sesuatu sebagaimana Dia mendengarkan suara merdu Nabi yang melagukan Al-Quran dengan suara keras.”1

            12. Para ulama berbeda pendapat tentang mambaca Al-Quran dengan melihat langsung kepada mushaf dan membacanya dengan hafalan, manakah yang lebih utama? Dalam hal ini diantara mereka terdapat tiga pendapat.1)

            Pertama, membaca langsung dari mushaf adalah lebih utama, sebab melihat kepada mushaf pun merupakan ibadah. Oleh karenanya membaca dengan melihat itu mencakup dua ibadah, yakni membaca dan melihat.  

            Kedua, membaca di luar kepala lebih utama, karena hal ini akan lebih mendorong kepada perenungan dan pemikiran makna dengan baik. Pendapat ini dipilih oleh Al-izz bin Abdissalam. Lebih lanjut ia mengatakan, “ Ada yang berpendapat bahwa membaca Al-Quran secara langsung dari mushaf itu lebih utama, karena hal ini mencakup perbuatan dua anggota yaitu lisan dan penglihatan, sedang pahala itu sesuai dengan kadar kesulitan. Pendapat demikian ini tidak benar, karena tujuan utama membaca Al-Quran adalah tadabbur (memikirkan dan merenungkan), berdasarkan firman Allah, “Supaya mereka merenungkan(tadabbur) ayat-ayatnya.”( Shad:29) Biasanya , melihat mushaf itu akan mengganggu maksu tersebut. Oleh karena itu, maka pendapat di atas dipandang lemah, tidak kuat.”

            Ketiga, bergantung pada situasi dan kondisi individu masing-masing. Apabila membaca dengan hafalan lebih dapat menimbulkan perasaan khusyuk, pemikiran, perenungan, dan konsentrasi terhadap ayat- ayat yang dibacanya daripada membacanya melalui mushaf, maka membaca dengan hafalan lebih utama. Tetapi bila keduanya sama maka membaca dari mushaf adalah lebih utama.

            (bismillah)(kiri)
            (bismillah)(kanan)

            Artikel yang berkaitan



            0 komentar:

            Posting Komentar

            Pengikut