Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya. Larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan sumber riba bersumber dari berbagai surah dalam Al-Quran dan hadits Raulullah saw.
1. Larangan Riba dalam Al Quran
1. Larangan Riba dalam Al Quran
Larangan riba yang terdapat dalam Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.1
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahir-nya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah
“Dan ,sesuatu riba(tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat-gandakan (pahalanya)” (ar-Ruum: 39)
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.
“ Maka, disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih. “ (an-Nisa: 160-161)
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. “(Ali-Imran: 130)
Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu.
Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278-279 dari surah al-Baqarah yang turun pada tahun ke-9 Hijriah (Keterangan lebih lanjut, lihat pembahasan “ Alasan pembenaran Pengambilan Riba”, poin “Berlipat Ganda”).
Tahap terakhir, Allah SWT dengan jelass dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. “ (al-Baqarah: 278-279)
Ayat ini baru akan sempurna kita pahami jika kita cermati bersama asbabun nuzulnya. Abu Ja’far Muhammad bin Jariri ath-Thabari meriwayatkan,
“Kaum Tsaqif, penduduk kota Thaif, telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah saw. Bahwa semua utang mereka, demikian juga piutang (tagihan0 mereka, yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokok-nya saja. Setelah Fatkhul Makkah, Rasulullah menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya. Bani Amr bin Umair bin Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah dan sejak zaman jahiliyah Bani Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba. Setelah kedatangan Islam, mereka tetap memiliki kekayaan dan aset yang banyak. Karenanya, datanglah Bani Amr untuk menagih utang dengan tambahan (riba) dari bani Mughirah—seoerti sediakala—tetapi Bani Mughirah setelah memeluk Islam menolak untuk memberikan tambahan (riba) tersebut. Dilaporkanlah masalah tersebut kepada Gubernur Itab bin Usaid. Menanggapi masalah ini, Gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah saw. Dan turunlah ayat di atas. Rasulullah saw. lantas menulis surat balasan kepada Gubernur Itab, ‘Jika mereka ridha atas ketentuan Allah di atas maka itu baik, tetapi jika mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.”2
2. Larangan Riba dalam Hadits
Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Quran, melainkan juga Al-Hadits. Hal ini sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al-Quran, pelarangan riba hadits terinci. Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasulullah saw masih menekankan sikap Islam yang melarang riba.
“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”
Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah riba. Diantaranya,
Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli seorang budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala). Ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Ayahku menjawab bahwa Rasulullah saw melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing, dan kasab budak perempuan. Beliau juga melaknat pekerjaan penato dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat gambar.” (HR Bukhari no 2084 al-Buyu)
Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis kurma berkualitas baik) ke hadapan Rasulullah saw dan beliau bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkannya?” Bilal menjawab, “ Saya mempunyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan menukarnya dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan oleh Rasulullah saw, “Slepas itu Rasulullah saw terus berkata, “Hati-hati! Hati-hati!Ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba. Jangan berbuat begini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih tinggi), jualllah kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu. “ ( HR Bukhari no. 2145, kitab al-Wakalah)
Diriwayatkan oleh Abdurahman bin Abu Bakar bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah saw melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai keinginan kita.” (HR Bukhari no. 2034, kitab al-Buyu)
Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda, “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah. “ (HR Muslim no. 2971, dalam kitab al-Masaqqah)
Diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah saw bersabda, “Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan membawaku ke Tanah suci. Dalam perjalanan, sampailah kami ke suatu sungai daraah, di mana di dalamnya berdiri seorang laki-laki. Di pinggir sungai tersebut berdiri seorang laki-laki lain dengan batu di tangannya. Laki-laki yang di tengah sungai itu berusaha untuk keluar, tetapi laki-laki yang di pinggir sungai tadi melempari mulutnya dengan batu dan memaksanya kembali ke tempat asal. Aku bertanya, ‘Siapakah itu? Aku diberitahu bahwa laki-laki yang di tengah sungai itu ialah orang yang memakan riba.”(HR Bukhari no 6525, kitab at-Ta/bir).
Jabir berkata bahwa Rasulullah saw mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membeyarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu sama semuanya.”(HR Muslim no 2995, kitab al-Masaqqah).
Diriwayakan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw berkata, “Pada malam perjalanan mi’raj, aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba.”
Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi saw bersabda, “Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan); yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan empat golongan memasuki surga atau tidak mendapat petunjuk dari-Nya. (Mereka itu adalah) peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim, dan mereka yang tidak bertanggung jawab/ menelantarkan ibu-bapaknya.”
(bismillah)(kiri)
(bismillah)(kanan)
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* : 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar