Senin, 03 Oktober 2011

Definisi Al-Qur'an

Qara’a memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun. Qira’ah berarti merangkai huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lainnya dalam satu ungkapan kata teratur. Al-Qur’an asalnya sama dengan qira’ah, yaitu akar kata(masdar-infinitif) dari qara’a, qira’atan wa qur’anan. Allah menjelaskan,

“Sesungguhnya kamilah yang bertanggung jawab mengumpulkan (dalam dadamu) dan membacakannya (pada lidahmu). Maka apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu, dengan perantaraan Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu."(Al-Qiyamah:17-18)

Qur'anah di sini berarti qira'ah (bacaan atau cara membacanya). Jadi kata itu adalah akar kata (masdar) menurut wazan (tasrif) dari kata fu’lan seperti “ghufran” dan “syukran.” Anda dapat mengatakan; qara’tuhu, qur’an, qira’atan dan qur’anan, dengan satu makna. Dalam konteks ini mqru’ (yang dibaca, sama dengan qur’an) yaitu satu penamaan isim maf’ul dengan masdar.

Secara khusus, Al-Quran menjadi nama bagi sebuah kitab yang diturunkan kepada Muhammad SAW. maka, jadilah ia sebagai sebuah identitas diri.

Dan, sebutan Al-Qur’an tidak terbatas pada sebuah kitab dengan seluruh kandungannya, tetapi juga bagian daripada ayat-ayatnya juga dinisbahkan kepadanya. Maka, jika Anda mendengar satu ayat Al-Quran dibaca misalnya, Anda dibenarkan mengatakan bahwa si pembaca itu membaca Al-Quran.

“Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah bacaannya dan diamlah. Supaya kamu mendapat rahmat.” (al-A’raf: 204)

Menurut sebagian ulama, penamaan kitab ini dengan nama Al-Quran diantara kitab-kitab Allah itu, karena kitab ini juga mencakup esensi dari kitab-kitab-Nya, bahkan mencakup esensi dari semua ilmu. Hal itu diisyaratkan dalam firmannya,

“Dan (ingatkanlah tentang) hari dimana Kami bagkitkan di kalangan tiap-tiap umat, seorang saksi bagi mereka, dari golongan mereka sendiri; dan Kami menjadikanmu (hai Muhammad) untuk menjadi saksi atas mereka ini; Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran yang mengandung penjelasan bagi segala sesuatu, dan menjadi hidayah, rahmat dan berita yang menggembirakan, bagi orang-orang Islam.”(An-Nahl: 89)

“Dan tidak seekor pun binatang yang melata di bumi, dan seekor pun burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan mereka umat-umat seperti kamu. Tak satu pun Kami lupakan di dalam kitab Al-Quran ini; kemudian mereka semuanya akan dihimpunkan kepada Tuhan mereka (untuk dihisab dan menerima balasan).” (A-An’am:38)

Sebagian ulama berpendapat, kata Al-Quran itu pada asalnya tidak berhamzah –sebagai kata jadian-, mungkin karena ia dijadikan sebagai satu nama bagi suatu firman yang diturunkan kepada Nabi SAW, bukan kata jadian yang diambil dari qara’a, atau mungkin juga karena ia berasal  dari kata quri’a asy-syai’u bisy-syai’i yang berarti menggandengkan sesuatu dengan lainnya, atau juga berasal dari kata qara’in, karena ayat-ayatnya saling menyerupai. Maka berarti huruf nun yang ada di akhir kalimat itu asli. Namun pendapat ini masih dianggap kurang valid, dan yang shahih adalah pendapat yang pertama.

Al-Qur’an memang sukar dibatasi dengan definisi-definisi rasional yang memiliki jenis-jenis, bagian-bagian dan ketentuan-ketentuannya yang khas, yang mana dengannya pendefinisiannya dapat dibatasi secara tepat. Tapi batasan yang tepat itu dapat dihadirkan dalam pikiran atau realita yang dapat dirasa, misalnya Anda memberikan isyarat tentangnya dengan sesuatu yang tertulis dalam mushaf atau yang terbaca dengan lisan. Lalu, Anda katakan Al-Quran adalah apa yang ada diantara dua kitab, atau Anda katakan Al-Quran adalah berisi bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillah...sampai dengan min al-jinnati wa an-nas.

Para ulama menyebutkan definisi yang khusus, berbeda dengan lainnya bahwa Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW, yang pembacaannya menjadi suatu ibadah. Maka kata “kalam” yang termaktub dalam definisi tersebut merupakan kelompok jenis yang mencakup seluruh jenis kalam, dan penyandarannya kepada Allah yang menjadikannya kalamullah, menunjukkan secara khusus sebagai firman-Nya, bukan kalam manusia jin, maupun malaikat.

Kalimat “al-munazzal” (yang diturunkan), berarti tidak termasuk kalam-Nya yang sudah khusus menjadi miliknya.

“Katakanlah (hai Muhammad), “Kalaulah semua jenis lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sudah tentu akan habis, kering lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku. Walaupun Kami tambah lagi dengan lautan yang sebanding dengannya, sebagai bantuan.”(al-Kahfi: 109)

Dan sekiranya segala pohon yang ada di bumi menjadi pena, dan segala lautan (menjadi tinta), dengan dibantu kepadanya tujuh lautan lagi sesudah itu, niscaya tidak akan habis kalimat-kalimat Allah itu ditulis. Sesungguhnya Allah Mahakuasa, lagi Maha Bijaksana.” (Luqman: 27)

Batasan dengan kata “kepada Muhammd” menunjukkan, Al-Quran itu tidak pernah diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti Taurat dan injil.

Adapun "al-Muta'abbad bitilawatihi" (membacanya adalah ibadah) mengecualikan hadits-hadits ahad dan qudsi. jika kita katakan misalnya; ia diturunkan dari sisi Allah dengan lafadznya –sebab itu pembacaannya dianggap satu ibadah artinya membacanya di adalam shalat atau lainnya termasuk ibadah. Tidak demikian halnya dengan hadits ahad dan hadits qudsi.
(bismillah)(kiri)
(bismillah)(kanan)

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut