Minggu, 27 November 2011

Peradaban Islam masa Khulafa ar-Rasyidin

KONSEP MAP
Sistem Kekuasan Khulafa al-RasyidunKontribusi Para Khalifah memperjuangkan agamaHasil Peradaban Islam

SERAMBI/SENARAI
• periode al-Khulafa al-Rasyiddin adalah periode yang terdekat dengan era Kenabian. Oleh karena itu, secara moralitas, kehiduapan periode ini merupakan hasil pengejawantahan dari wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad saw.
• Generasi ummat Islam masa Nabi adalah generasi yang “maksum”. Maksum bukan berarti mereka tidak pernah berbuat salah. Mereka tetap manusia biasa yang terkadang salah. Hanya saja, setiap kali mereka berbuat salah, wahyu segera mengingatkannya dan mebetulkannya melalui Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, dalam perjalanan sejarah ummat Islam, adanya para shabat yang dijamin masuk syurga karena moralitasnya yang baik dan tinggi hanyalah pada masa Nabi Muhammad saw. saja.
• Perkembangan Islam baik dalam pengembangan ajaran, kebudayaan, maupun kekuasaan setelah masa Nabi Muhammad saw mengalami perubahan. Perubahan itu dimulai pada periode terdekat sesudah Nabi, yakni pada periode Khulafa al-Rasyidun.
• Bahkan, sebagian golongan yang keimanannya belum kuat menjadi murtad, mengaku sebagai nabi, dan ada pula yang tidak mau membayar zakat dan kewajiban Islam lainnya.
• Nabi Muhammad saw tidak mewasiatkan, siapa pengganti sesudah wafatnya. Karena itu, masyarakat muslim di Mekah dan Madinah dihadapkan kepada krisis kepemimpinan.
• Al-Qur’an dan as-Sunnah tidak secara tegas membuat ketentuan yang baku tentang pola dan system pemerintahan Islam.
• Persoalan utama yang muncul sesudah wafatnya Rasulullah s.a.w. adalah terkait dengan siapakah yang akan menggantikan kedudukan Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam
• ummat sangat membutuhkan akan adanya pemimpin, maka para sahabat pun berijtihad sehingga melahirkan pola dan system pemerintahan baru, yaitu system kekhalifahan yang berbeda dengan pola kepemimpinan Kenabian yang disandang Nabi Muhammad saw.

Khulafa al-Rasyiddin
• Pengertiannya
– Kata al-Khulafa
• secara bahasa adalah jama’ dari kata khalif yang berasal dari kata khalafa yang berarti pengganti
• Dalam konteks politik kata khalifah berarti penguasa tertinggi
– kata al-rasyiddin berasal dari kata rasyada yang berarti menjadi lurus atau benar
– al-Khulafa al-Rasyiddin adalah para pengganti Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin tertinggi umat Islam yang lurus atau benar

• Personal Khulafa al-Rasyiddin
– Secara personal, sahabat Nabi yang disebut al-Khulafa al-Rasyiddin hanya dibatasi pada sosok empat orang sahabat utama yang menjadi pemimpin ummat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.
– Keempat personal tersebut adalah :
• Abu Bakar ash-Shiddiq (632-634 M),
• Umar bin Khaththab (634-644 M),
• Usman bin Affan (644-656 M) dan
• Ali bin Abi Thalib (656-661 M)

Dinamika Kekhalifan al-Rasyidin
• Abu Bakar (632-634 M)
– Proses Pengangkatan sebagai Khalifah
• Pada tahun 632 M, Begitu mendengar Nabi Muhammad saw. wafat, sore harinya beberapa tokoh sahabat dari Anshar segera berkumpul di Balai Saqifah Bani Sa’idah untuk menentukan seorang pemimpin dari mereka.
• Tokoh yang dinominsikan adalah sahabat Sa’ad bin Ubadah dari suku Khazraj
• Tokoh-Tokoh Muhajirin merasa ditinggalkan dalam musyawarah itu, maka begitu mendengar ada pertemuan tersebut, beberapa tokoh Muhajirin (Abu Bakar, Umar bin Khththab, Abu Ubaidah bin Jarrah) segera menuju ke Balai Tsaqifah Bani Saidah.
• Terjadilah pertemuan perwakilan dari dua kelompok, yaitu Kaum Muhajirin (Abu Bakar, Umar bin Khththab, Abu Ubaidah bin Jarrah) dan Anshar (Basyir bin Sa’ad, Asid bin Khudari dan Salim)
• Di dalam Musyawarah tersebut beberapa calon dimunculkan dari setiap kelompok:. Dari Muhajirin mengajukan Abu Ubaidah ibn Jarrah dan sebagian ada yang mengusulkan Abu Bakar as-Shiddiq, kalangan Anshar mengusulkan Sa’ad ibn Ubadah, Ahl al-Bait mengusulkan Ali ibn Abi Thalib.
• Maka atas kesepakatan musyawarah, Abu Bakar terpilih menjadi khalifah I (11-13 H/632-634 M.).
– Pola Pengangkatannya
• Cara Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah menggantikan Kedudukan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai pemimpin umat Islam secara garis besar menggunakan cara musyawarah
• Musyawarah yang dilakukan adalah musyawarah terbatas dengan sistem perwakilan.
• Pola kepemimpinannya
– Pola kepemimpinan atau pemerintahan yang muncul itu diberi label baru sebagai pemerintahan kekhalifahan atau khilafah.
– Sementara orang yang memimpinnya disebut khalifah dengan gelar Khalifatur Rasul Allah
– Sifat kepemimpinannya tegas yang dipadukan dengan ketawadhu’an
– Pola pemerintahannya bersifat sentralisitik, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif masih terpusat pada kebijakan khalifah.
– Hasil Kepemimpinannya
• Memberantas orang-orang yang murtad
• Ada sebagian dari umat Islam yang menganggap bahwa wafatnya Nabi Muhammad sebagai tanda telah berakhirnya kepemimpinan di dalam agama Islam. Mereka berupaya keluar dari loyalitas persekutuan ummat Islam. Mereka berupaya membangun komunitas sendiri terlepas dari Islam. sehingga dikenal sebagai komunitas orang-orang murtad yang keluar dari Islam
• Memberantas orang-orang yang enggan membayar zakat
• Ada sebagian uamt Islam yang masuk Islam pada masa-masa akhir yang menganggap bahwa zakat adalah pajak kepada Rasulullah. Oleh karena itu, ketika Rasulullah s.a.w. wafat, maka pajak tersebut dianggapnya selesai
• Lebih mengedepankan pembangunan stabilitas keutuhan umat Islam di atas landasan risalah Islamiyah
• Menghimpun surat-surat dan ayat-ayat al-Qur’an yang berserakan di tangan para sahabat untuk dijadikan satu mushaf, khususnya setelah terjadi Perang Yamamah

• Umar bin Khththab (634-644 M)
– Proses Pengangangkatannya sebagai Khalifah
• Ketika Abu Bakar sudah mulai sakit dan merasa waktu wafatnya sudah dekat, maka dia menunjuk Umar sebagai penggantinya setelah dikonsultasikan kepada para sahabat lain yang senior.
• Sahabat-sahabat senior Nabi s.a.w. yang dimintai pendapatnya antara lain : Abdurrahman bin ‘Auf, Utsman bin Affan (Muhajirin) dan Asid bin Khudair IAnshar)
• Hasil konsultasi Abu Bakar dengan para sahabat senior itu kemudian ditulis oleh Utsman untuk dijadikan sebagai wasiat dan pada tahun 634 M ketika Abu Bakar wafat, maka berdasarkan wasita darinya itu maka Umar bin Khaththab diangkat sebagai Khalifah Abu Bakar atau pengganti Abu Bakar
– Pola Pengangkatannya
• Pola Pengangkatan Umar agak sedikit berbeda modelnya, yaitu dengan cara penunjukkan.
• Meski dengan model penunjukkan, tapi dalam prosesnya masih tetap menggunakan metode musyawarah.
• Hanya saja, musyawarahnya pemilihan Abu Bakar dilakukan secara terbuka, seedangkan musyawarah pemilihan Umar sifatnya tertutup
– Hasil Kepemimpinannya
• Berhasil memperluas wilayah kekuasaan pemerntahan Islam, di antaranya meliputi kota Madinah sendiri, kota Makkah, kota Basrah, kota Kufah, kota Fustat (Mesir), wlayah Palestina, dan Syiria
Merintis sistem pemerintahan Islam yang lebih modern dengan mengubah jabatan Khalifatur Rasul yang disandang Abu Bakar dan diteruskan oleh Umar yang seharusnya disebut sebagai Khalifah khalifatur Rasul, tapi karena dirasa terlalu panjang, maka dimunculkan sebutan baru sebagai gantinya, yaitu al-Amirul Mu’minin
• merintis pembentukan pemerintahan Islam yang lebih maju dan modern dengan membentuk semacam Daulah Islamiyyah (organisasi pemerintahan Islam) yang tidak lagi sentralistik
• Di dalam Daulah Islamiyah itu dilengkapi dengan infrastruktur-infrastruktur pendukung yang layaknya ada dalam sebuah pemerintahan meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana, misalkan : An-Nidham asy-syiyasi (Organisasi politik) terdiri dari al-Khliafat, Wizariat dan Kitabah. An-Nidham al-Idary (Organisasi Tata Usaha/Administrasi). An-Nidham al-Maly (Organisasi keuangan negara), an-Nidham al-Harbi (organisasi ketentaraan) dan an-Nidham al- Qadha’I (organisasi kehakiman)
• Membuat Kalender Islam

• Ustman bin Affan
• Proses Pengangkatan sebagai Khalifah
• Pada tahun 644 di waktu Shubuh ketika sedang Shalat Umar ditusuk oleh Abu Lu’luah sehingga terluka cukup serius
• Melihat luka Umar yang cukup parah, maka beberapa sahabat menyarankan agar Umar menunjuk salah seorang Putranya, Abdullah bin Umar sebagai penggantinya seperti ketika Abu Bakar menunjuk dirinya.
• Umar menanggapi permintaan para sahabatnya itu dengan marah besar karena dia tidak mau menurunkan kekuasaannya kepada keluarganya.
• Untuk itu dia merkomendasikan enam orang sahabat agar mereka berunding guna menentukan siapa dari mereka yang akan dipilih menggantikan
• Keenam sahabat itu adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdullah bin Umar yang tidak mempunyai hak suara.
• Setelah Umar wafat, maka keenam orang tersebut segera bermusyawarah. Hanya saja, Thalhah bin Uaidillah yang sejak awal berada di luar Madinah tidak dilibatkan dalam pertemuan dan permusyawaratan tersebut.
• Permusyawaratan dipimpin sahabat yang paling senior, yaitu Abdurrahman bin ‘Auf.
• Musyawarah berjalan cukup alot karena masing-masing pihak merasa dirinya berhak untuk menggantikan Umar sebagai Khalifah
• Ada dua pihak yang dikehendaki oleh Umat Islam untuk diangkat sebagai khalifah, yaitu pihak Ali dan Utsman
Hasil akhir dari Musyawarah dewan ahl Halli wal aqdi (formatur) tersebut kemudian ditunjuklah Utsman sebagai Khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khththab karena dipandang lebih siap
• Pola Pengangkatanya sebagai Khalifah
– Dengan tetap menggunakan sistem Musyawarah.
– Para calon telah ditetapkan atas pilihan khalifah sebelumnya
– Dari para calon itu selanjutnya dipilih salah satu sebagai Khalifah
– Musyawarah pemilihan Khalifah dilakukan antar calon (sistem Formatur) dengan dipimpin oleh salah seorang dari anggota Formatur tersebut
Ada satu anggota Formatur, yaitu Abdullah bin Umar yang tidak mempunyai hak dipilih karena posisinya hanya menjadi penentu jika vooting deadlock
• Jalannya Pemerintahan
– kepemimpinannya dikatakan berlangsung dengan sistem nepoteisme karena dalam struktur birokrasi itu banyak diangkat dari kalangan keluarga
– Karena itu pada penghujung kepemimpinannya terjadi kekacauan dan huru-hara.
• Ali bin Abi Thalib
• Proses Pengangkatan sebagai Khalifah
• Pola Pengangkatannya
• Hasil Kepemimpinannya
Pengelolaan Kas Negara
 Sumber kas negara mulai diatur pada masa Umar, yang bersumberkan pada pajak. Bagi muslim diwajibkan membayar zakat, sedangkan non muslim (dzimmy) dipungut jizyah (pajak kepala) dan kharraj (pajak tanah). Untuk pengelolaan keuangan negara dibentuk Baitul Mal. Semua tanah rampasan perang adalah milik negara
 Masa Usman, sistem pengelolaan kas negara dengan membentuk lembaga pertukaran tanah untuk membagi-bagikannya agar lebih produktif. Di samping itu ia banyak melakukan pembangunan a.l. membangun angkatan laut, bendungan, jalan, masjid, dan rumah tamu.
 Masa Ali ibn Abi Thalib ditetapkan Baitul Mal untuk mengembalikan semua tanah yang dibagi-bagikan Usman, khususnya dari Bani Umayyah, ke dalam perbendaharaan negara. Lantara inilah, konflik berkepanjangan antara Ali dan Bani Umayyah, misalnya terjadi pada Perang Jamal dan Perang Siffin.
Perluasan Wilayah
Terutama berlangsung pada masa khalifah Umar ibn Khattab. Sejumlah wilayah dapat ditaklukkan, secara kronologis dan wilayah-wilayah taklukannya antara lain: dapat dibaca Ummi Kulsum dalam Siti Maryam, dkk (ed), hlm. 61-64.
3. Kontribusi Para Khalifah terhadap Agama
 Memerangi Kaum Riddah. Hal ini merupakan jasa utama Abu Bakar as-Shiddiq. Dia berusaha keras untuk memerangi semua golongan masyarakat yang menyimpang dari kebenaran Islam, misalnya: murtad, tidak mau membayar zakat, dan mengaku diri sebagai nabi.
 Pemberlakuan Ijtihad. Ini dilakukan khususnya oleh Umar, karena ketika itu Islam telah meluas ke Syam, Mesir, dan Persia, sehingga Islam banyak bersentuhan dengan kebudayaan setempat. Maka Umar melakukan ijtihad dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pertanahan, dan hukum. Khususnya di bidang hukum, ia berijtihad: tidak melaksanakan potong tangan bagi pencuri yang kelaparan, menghapuskan bagian zakat bagi para muallaf, dan menghapuskan hukum mut’ah.
 Pembukuan al-Quran. Dirintis sejak Abu Bakar, dengan penyusunan sebuah mushaf. Masa Umar, mushaf al-Quran disimpan di rumah putrinya, Hafsah. Kemudian pada masa Usman mushaf tersebut dikelola oleh sebuah lajnah yang diketuai Zaid ibn Tsabit, dan panitia berhasil menyamakan dialektika al-Quran manjadi sebuah Mushaf Usmani.
4. Hasil Kebudayaan Islam
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pada periode ini ilmu pengetahuan baru berkembang dalam sifatnya sebagai ‘ulum an-naqliyah (’ulum asy-syari’ah), yakni ilmu-ilmu yang bersuberkan pada al-Quran dan dalil-dalil naqli, antara lain : Ilmu Qiraat, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Nahwu, Khath al-Quran, dan Ilmu Fiqh. Belum banyak berkembang pada masanya ‘ulum al-aqliyah (‘ulum al-‘Ajam).
. Perkembangan Sastra
Pada masa ini, sastra menonjol dalam bentuk prosa dengan pola khitabah, dan sedikit sekalai dalam tradisi kitabah. Kecenderungan demikian disinyalir karena pengaruh kuat al-Quran dan masyarakat lebih perhatian pengembangannya
3. Perkembangan Arsitektur
Kebudayaan ini dilihat dari sumbangan para khalifah dalam pembangunan masjid, antara lain Masjid al-Haram, Masjid Madinah, dan Masjid al-Atiq di Mesir. Di samping itu, pembangunan kota-kota pada periode ini : Basrah, Kufah, dan Fusthat.
(bismillah)(kiri)
(bismillah)(kanan)

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut