Rabu, 28 Desember 2011

Muhammad dengan Penghasilan Halal


Nabi Muhammad diutus Allah untuk menghapus segala sesuatu yang kotor, keji, dan gagasan- gagasan yang tidak sehat dalam masyarakat, serta memperkenalkan gagasan yang baik, murni, dan bersih, mengambil jalan yang suci dan sehat, seperti dalam firman-Nya, “Makanlah dari yang baik dan berbuat baiklah”(QS Al-Mukminun [23]: 51. Dan dalam surat Al-Baqarah, kita dapat menmbaca: “Makanlah tanpa ragu- ragu barang yang baik dan bersih yang telah kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah” (QS Al-Baqarah [2]: 172).

“Barang yang bersih” berarti sehat dan diperoleh dengan cara yang halal. Kenyataan bahwa perintah, “makanlah barang yang suci” mendahului “lakukanlah amal saleh” menunjukkan bahwa perbuatan yang baik akan sia- sia tanpa disertai makanan yang halal. Ini telah dengan jelas diuraikan Nabi Muhammad dalam ucapannya, “Allah itu baik dan suci, dan hanya menerima hal- hal yang baik dan suci, dan Ia telah memerintahkan pada orang-orang yang beriman sama dengan yang diperintahkan pada rasul-Nya.” 

Selanjutnya, Nabi Muhammad membacakan Surah Al-Baqarah ayat 172 di atas serta berkisah tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan kusut dan kotor. Laki- laki itu mengulurkan tangannya dan berdoa, “Ya Tuhan, Ya Tuhan.” Sementara makanan, minuman, dan pakaiannya dihasilkan dari barang haram. Bagaimana mungkin doa itu akan diterima? (HR Muslim)

Nabi Muhammad telah mengeluarkan perincian mengenai penghasilan- penghasilan yang diharamkan.
Pertama, “Seorang yang menghasilkan harta yang haram dan memberikan sebagian darinya tidaklah dicatat sebagai sadaqah. Jika ia membagikan sebagian darinya, ia juga tidak akan menerima berkah, dan jika ia menyisakan sebagian darinya, itu akan menjadi penghasilannya untuk api neraka. Allah tidak menghapus perbuatan jahat dengan amal yang jahat, tetapi Dia menghapus perbuatan jahat dengan amal kebajikan. Segala sesuatu yang tidak suci tidak akan memusnahkan yang tidak suci.”(Ahmad dalam Syarh Al-Sunnah).
Kedua, “Daging yang berasal dari makanan yang haram tidak akan masuk surga. Tetapi neraka adalah lebih layak bagi semua daging yang berasal dari makanan haram.”(HR Ahmad, Al-Darimi, dan Al-Baihaqi)
Ketiga, “Allah akan memberikan rahmat pada orang yang berbaik hati ketika menjual, membeli, dan membuat pernyataan.”(HR Al-Bukhari)

Keempat, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan transaksi perdagangan, sebab itu akan menghasilkan penjualan yang cepat tetapi menghilangkan berkah.” (HR Muslim)

Kelima, “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (amanah) termasuk golongan para nabi orang-orang jujur, dan para syuhada.” (HR Al-Tirmidzi, Al-Darimi, Ibn Majah, dan Al-Daruquthni)

Keenam, “Para pedagang kaya akan dibangkitkan pada HariKebangkitan sebagai pelaku- pelaku kejahatan, kecuali mereka yang taqwa pada Allah, jujur, dan selalu mengatakan kebenaran.” (HR Al-Tirmidzi, Ibn Majah, Al-Darimi, Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman)

Dari sini dapat dilihat betapa hati- hatinya Nabi Muhammad SAW dalam hal makanan yang halal. Rasulullah mewariskan tuntunan yang cukup lengkap kepada kita tentang mana-mana saja sumber nafkah yang halal. Maka, hendaklah kita termasuk orang- orang yang memedulikan sumber penghasilan kita, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap darah dan daging yang dibersarkan dari sumber yang tidak halal. Jika segumpal darah atau qalbu dari anak dan istri kita terbentuk dari sumber yang tidak halal, maka kelak akan melahirkan pula generasi- generasi yang moralnya rusak, akhlakanya menyimpang, dan tingkah lakunya tidak terpuji. Naudzubillah.
(bismillah)(kiri)
(bismillah)(kanan)

Artikel yang berkaitan



0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut