Nabi Muhammad diutus Allah untuk menghapus segala sesuatu
yang kotor, keji, dan gagasan- gagasan yang tidak sehat dalam masyarakat, serta
memperkenalkan gagasan yang baik, murni, dan bersih, mengambil jalan yang suci
dan sehat, seperti dalam firman-Nya, “Makanlah dari yang baik dan berbuat
baiklah”(QS Al-Mukminun [23]: 51. Dan dalam surat Al-Baqarah, kita dapat
menmbaca: “Makanlah tanpa ragu- ragu barang yang baik dan bersih yang telah
kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah” (QS Al-Baqarah [2]: 172).
“Barang yang bersih” berarti sehat dan diperoleh dengan cara
yang halal. Kenyataan bahwa perintah, “makanlah barang yang suci” mendahului
“lakukanlah amal saleh” menunjukkan bahwa perbuatan yang baik akan sia- sia tanpa
disertai makanan yang halal. Ini telah dengan jelas diuraikan Nabi Muhammad
dalam ucapannya, “Allah itu baik dan suci, dan hanya menerima hal- hal yang
baik dan suci, dan Ia telah memerintahkan pada orang-orang yang beriman sama
dengan yang diperintahkan pada rasul-Nya.”
Selanjutnya, Nabi Muhammad membacakan Surah Al-Baqarah ayat
172 di atas serta berkisah tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan
panjang dalam keadaan kusut dan kotor. Laki- laki itu mengulurkan tangannya dan
berdoa, “Ya Tuhan, Ya Tuhan.” Sementara makanan, minuman, dan pakaiannya
dihasilkan dari barang haram. Bagaimana mungkin doa itu akan diterima? (HR
Muslim)
Nabi Muhammad telah mengeluarkan perincian mengenai
penghasilan- penghasilan yang diharamkan.
Pertama, “Seorang yang menghasilkan harta yang haram dan
memberikan sebagian darinya tidaklah dicatat sebagai sadaqah. Jika ia
membagikan sebagian darinya, ia juga tidak akan menerima berkah, dan jika ia
menyisakan sebagian darinya, itu akan menjadi penghasilannya untuk api neraka.
Allah tidak menghapus perbuatan jahat dengan amal yang jahat, tetapi Dia
menghapus perbuatan jahat dengan amal kebajikan. Segala sesuatu yang tidak suci
tidak akan memusnahkan yang tidak suci.”(Ahmad dalam Syarh Al-Sunnah).
Kedua, “Daging yang berasal dari makanan yang haram tidak
akan masuk surga. Tetapi neraka adalah lebih layak bagi semua daging yang
berasal dari makanan haram.”(HR Ahmad, Al-Darimi, dan Al-Baihaqi)
Ketiga, “Allah akan memberikan rahmat pada orang yang berbaik
hati ketika menjual, membeli, dan membuat pernyataan.”(HR Al-Bukhari)
Keempat, “Hindarilah banyak bersumpah ketika melakukan
transaksi perdagangan, sebab itu akan menghasilkan penjualan yang cepat tetapi
menghilangkan berkah.” (HR Muslim)
Kelima, “Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (amanah)
termasuk golongan para nabi orang-orang jujur, dan para syuhada.” (HR
Al-Tirmidzi, Al-Darimi, Ibn Majah, dan Al-Daruquthni)
Keenam, “Para pedagang kaya akan dibangkitkan pada HariKebangkitan sebagai pelaku- pelaku kejahatan, kecuali mereka yang taqwa pada
Allah, jujur, dan selalu mengatakan kebenaran.” (HR Al-Tirmidzi, Ibn Majah,
Al-Darimi, Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman)
Dari sini dapat dilihat betapa hati- hatinya Nabi Muhammad
SAW dalam hal makanan yang halal. Rasulullah mewariskan tuntunan yang cukup
lengkap kepada kita tentang mana-mana saja sumber nafkah yang halal. Maka,
hendaklah kita termasuk orang- orang yang memedulikan sumber penghasilan kita,
karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap darah dan daging yang
dibersarkan dari sumber yang tidak halal. Jika segumpal darah atau qalbu dari
anak dan istri kita terbentuk dari sumber yang tidak halal, maka kelak akan
melahirkan pula generasi- generasi yang moralnya rusak, akhlakanya menyimpang,
dan tingkah lakunya tidak terpuji. Naudzubillah.